Musik dan Musisi 70an Dalam Lintasan Sejarah

Kugiran Musik Pada Jaman Orde Lama
Pada saat Bung Karna masih memegang jabatan sebagai Presiden RI  terkesan ada  kecenderungan memakai nama Indonesia untuk kugiran lokal saat itu dikarenakan mungkin mereka takut pada penguasa Orde Lama yang saat itu sangat anti Barat terutama pada periode tahun 1950-an hingga menjelang akhir 60-an, maka dapat dilihat nama nama band yang ada asli menggunakan nama Indonesia seperti ; band  Panca Nada, Band Arulan, Orkes Bayu, Band  Zaenal Combo,Orkes Suita Rama,Orkes Simanalagi,Orkes Gaya Remaja, Orkes Irama Nada, Orkes Nada Kentjana,Orkes Prima Nada,Orkes Tjandra Kirana,Orkes Seni Maya, Orkes Mustika Rama,Orkes Sahabat Lama,Orkes Suwita Rama, Band Eka Sapta, Band Ayodhia, Band Medenasz,Orkes Rachman A, Band Diselina, Band Quarta Nada, Band Bina Ria dll hingga awal kedatangan era Orba dengan bermunculannya band-band seperti :
Band Parwita Junior,Band Aria,Band Aria Junior, Band Darma Putra Kostrad, Band Elektrika,The Memory, De Prinz,The Brims (Brimoresta),D’Hand,The’Matador,Band Halpers, Koes Plus, Pandjaitan Bersaudara , Usman Bersaudara atau Kembar Group. No Koes,Madesya Group,Ivo’s Group,Band Vista,Band D’Mecy ,The Rhythm Boy’s dll
Awal Mula Kemunculan  Kugiran  Dan Musik Cadas  Di Indonesia     
Musik cadas pada era 1970-an memang tidak terpisahkan dari fenomena munculnya kugiran musik anak-anak muda selepas tumbangnya Orde Lama, pintu modernisasi dibuka lebar- lebar oleh rezim Orde Baru dan orientasi musik anak-anak muda kita mulai kearah Barat yang banyak membawakan musik cadas terutama dari Inggris yang  merupakan sarang dan barometernya musik cadas dunia saat itu yang mana di era Orde Lama musik macam ini sangat dilarang keras oleh Presiden Soekarno karena dianggap musik barat tidak sesuai budaya bangsa Indonesia, sehingga semua yang berbau rock’n roll harus diritul/diberangus sebagai contoh Koes Bersaudara saja kena kebijakan anti Barat itu dikarenakan mereka menyanyi dengan gaya The Beatles yang mana mereka dijebloskan ke hotel prodeo yaitu penjara Glodok. Setelah Bung Karno tidak lagi menjabat sebagai presiden maka segera saja bermunculan kugiran kugiran yang meniru kugiran  musik cadas dari luar negeri.
Penggunaan Nama- Nama Kugiran Cadas Indonesia Dekade 1970-an 
Dalam blantika musik Indonesia, khususnya untuk nama kugiran biasanya dianggap penting, karena mempunyai arti simbolis serta sekaligus dapat mencerminkan jenis musik yang dimainkan. Selain itu, nama biasanya menandakan kugiran musik itu dilahirkan pada periode tertentu. Dekade 1970-an sedang gencar-gencarnya muncul gelombang musik cadas maka kugiran kugiran cadas-pun bermunculan di Indonesia dengan nama yang tidak meng-Indonesia lagi sesuai trend yang ada di Barat.
Nama-nama kugiran cadas Indonesia dekade 1970-an  umumnya menggunakan bahasa Inggris karena penggunaan bahasa Indonesia untuk nama kugiran cadas di negeri ini sering dianggap “culun” atau “udik” alias kampungan. Para pemusik lebih sering memberi nama kugiran-nya dengan nama bahasa Inggris. Mereka beranggapan dengan nama “cas-cis-cus” itu untuk nama kugiran musiknya akan terkesan lebih garang dan mentereng seperti kugiran Suprkid dengan master andalannya Deddy Sutansyah dimana kemudian namanya-pun dia ubah pula menjadi Deddy Stanzah.
Mereka inilah generasi pertama pemusik cadas Indonesia yang penuh bakat dan inovatif, disamping itu mereka-pun di besarkan namanya oleh  Majalah Aktuil  yang sejak  era 1967-an mengkhususkan diri sebagai  pioneer majalah musik dan gaya hidup remaja perkotaan itu .Banyak  kugiran saat itu yang muncul antara lain:
Giant Step,  Freedom of Rhapsodia,Bentoel & Mickey Michael Merkelbach The Rollies,,The Rhythm Kings,Golden Wings,C’Blues,God Bless, Young Gipsy, AKA, SAS, The Templars, Superkid, Freedom, Shark Move, Menstril’s,Great Session,The Amateur,Destroyer,Lime Stone,Voodoo Child,Mama Clan’s, Freemen, Reg Time, Silver Train, Free Men, Black Spades,Ireka,The Rhadows,Chekinks, Equator Child,Double Zero,Ternchem Stallion,Lizard,Paramour, Big Brothers,ODALF, Sea Men, Fancy, Zonk, Savoy Rhythm, Provist (Progressive Student), Diablo Band, The Players, Happiness, Thippiest, Comets, DD (Djogo Dolok), Jack C’llons, C’Blues, Memphis (yang kemudian menjadi Man Face), Delimas, Bani Adam Band,G’Brill, Batu Karang, Red&White, Topics & Company, The Rollies, Philosophy Gang Of Harry Roesli, Paramour, Finishing Touch, Freedom ,Lizard, Big Brothers,Brotherhood ,Speed King,Oegle Eyes dll

Go International 
Anehnya walaupun dengan perangkat sound system dan kapasitas studio yang masih serba  minim namun di era 1970-an banyak lagu-lagu dari kugiran cadas Indonesia saat itu yang dapat melampaui lintas batas negara atau istilah kerennya Go International  padahal saat itu teknologi dunia rekaman kita masih pas-pasan “cuma 4 track doang” kata anak- anak band saat itu tetapi berbekal semangat dan bakat alam yang kuat mereka dapat mencipta dan menyanyikan lagu-lagu versi Inggris dengan sangat baik, dan salutnya lagi, lagu-lagu versi Inggris mereka banyak disukai di luar negeri bahkan hingga masuk Top Ten baik di BBC ataupun ABC  seperti AKA,SAS, dan Rollies ataupun Silver Train dimana  lagu-lagu mereka sempat bertengger pada Top Ten Radio Australia. Pertunjukan musik cadas pada era awal 1970-an hingga tahun 1976 sangat mendatangkan keuntungan dan para musisi beraliran hangar binger itu, mereka mengalami masa keemasan saat itu .Banyak gadis yang tergila-gila pada mereka dan menjadi groupist kemana mereka show selalu diikuti.Sejak kehadiran musik cadas di percaturan musik negeri ini, pertunjukan mereka selalu dibanjiri oleh penonton dan mengundang sambutan gegap-gempita di setiap kota bahkan di pelosok pelosok di seantero Indonesia.
Aktuil memiliki Denny Sabrie, Remy Silado, Bens Leo, Iphik Tanoyo, Zan Zappa, Buyung dll sedangkan TOP memiliki Theodore KS, Daniel Alexy, Martha Boerhan, Zainuddin Tamir Koto (Zatako), Robbani Bawi dll. Persaingan antara kedua majalah musik inipun sangat luar biasa dimana mereka banyak memberikan bonus sticker maupun poster yang wah dan sudah jelas membuat remaja penggila musik cadas  saat itu tidak sayang mengeluarkan uang dari kocek mereka kedua majalah itu wajib dimiliki oleh para remaja penggila musik cadas saat itu.
                                                                                 
Tempat Tempat Pertunjukan Musik Cadas Di Era Tahun 1970-an
Untuk tempat pertunjukan di Jakarta,Theater Terbuka TIM, Taman Ria Monas dan Istora serta Stadiun Utama Senayan (untuk pertunjukan Deep Purple tanggal 4&5 Desember 1975) menjadi tempat favourite anak-anak muda yang paling sering didatangi untuk pertunjukan musik cadas karena harga tiketnya murah meriah yang mana dapat terjangkau oleh kocek mereka yang rata rata masih duduk dibangku SMA dan Perguruan Tinggi sedangkan Convention Hall (Balai Sidang) menurut mereka itu merupakan tempat kaum borju  yang tidak sesuai dengan semangat  dan jiwa cadas serta kocek mereka!.
Sedangkan di Bandung ada  Gelora Saparua, Lapangan Tegal Lega dan Gedung Merdeka menjadi tempat paling sering untuk pertunjukan musik cadas saat itu sedangkan untuk kugiran musik mungkin Bandunglah tempatnya karena disana ada seabreg  kugiran antara lain Savoy Rhythm, Provist (Progressive Student), Diablo Band, The Players, Happiness, Thippiest, Comets, DD (Djogo Dolok), Jack C’llons, C’Blues, Memphis (yang kemudian menjadi Man Face), Delimas, Rhapsodia, Batu Karang, The Peels, Shark Move, Red&White, Topics & Company, The Rollies, Philosophy Gang Of Harry Roesli, Giant Step, Paramour, Finishing Touch, Freedom ,Lizard, Big Brothers dan masih banyak lagi.Banyak dari mereka yang sukses bahkan bertahan namun tidak sedikit yang bertumbangan ditengah jalan dan ada pula para vokalisnya yang dapat bertahan tetapi berganti genre musiknya bahkan ke Dangdhut seperti Jajat Paramour
Sementara Medan memiliki Stadion Teladan, Wisma Ria ataupun Taman Ria dengan seabgeg kugiran cadas-nya seperti Rhythm Kings, Minstreals,The Great Session, The Foxus, Amateur, The Rag Time, Six Men, Grave Men, Copa Tone, Bhineka Nada, Black Spades dan Destroyer, disamping itu tentu saja masih ada banyak kugiran cadas lainnya yang dahsyat seperti Freemen .
Sedangkan kota Solo dijuluki sebagai kota ketiga di Indonesia memiliki stadion Manahan untuk tempat perhelatan musik cadas saat itu. Untuk kugiran musik dijumpai sederet nama yang patut dikedepankan, misalnya Yap Brothers, Tercnhem, Ayodhia, Scorless, dan Fair Stone. Dari sekian nama tersebut ada beberapa yang berhasil  beken, namun ada pula yang terlanjur “tewas”. Setelah Yap Brothers hijrah ke Jakarta, Tercnhem dan Ayodhia pun sekarat, dan Scorless tidak lama kemudian bubar !.
Sedangkan Semarang pada dekade 1970-an merupakan sentral hingar bingarnya musik cadas di Jawa Tengah. Musik di Semarang dilanda trend musik cadas ala Deep Purple, Led Zeppelin, dan sebagainya. Ada tiga nama kugiran musik yang cukup disegani keberadaannya yaitu, Mama Clan’s, Dragon, dan Fanny’s. Mama Clan’s, kugiran semarang yang satu ini tidak hanya berkiprah di kota asalnya, tetapi juga mampu menaklukkan penonton di kota Kembang Bandung yang dikenal sebagai gudangnya kugiran cadas pada dekade 1970-an. Mama Clan’s bahkan juga mampu menawan hati publik Jakarta dengan manggung di Taman Ria Monas tanggal 20 Oktober 1973. Kugiran dari Semarang lainnya bernama Spider, tetapi entah kenapa berubah bernama menjadi Voodoo Child ketika ikut perhelatan musik “Pesta Kemarau 75” di Bandung.
Surabaya memiliki segudang kugiran cadas diera 70-an.  musik AKA merupakan kugiran cadas yang lahir dari kota ini dan dianggap sebagai pelopor musik underground di Indonesia.AKA juga mengusung aksi-aksi panggung yang tidak lazim dipertunjukan ketika itu, karena menampilkan aksi peti mati dan tiang gantungan. kugiran dan pemusik lainnya yang terbentuk di kota yang sama, meliputi AKA, Oorzaak, Yeah Yeah Boys, Lemon Tree’s, D’Hand, Gembels, dan Rock Trikel serta SAS dll.
            Sedangkan kota Malang hanya memiliki sedikit kugiran musik yang eksis pada waktu itu, antara lain: Irama Abadi, Bentoel,Opet, Zodiak, dan Swita Irama. Hampir semua kugiran itu adalah kugiran musik perusahaan atau  yang dibentuk dan didanai oleh instansi atau lembaga tertentu. Sama seperti di Semarang terbentuknya kugiran  musik di Malang pada zaman Orde Lama biasanya bermula dari band sekolah. Tidak seperti di Jakarta, atau Surabaya banyak anak-anak muda Malang ingin bermain musik namun tidak mempunyai alat-alat yang cukup karena harganya mahal. Akhirnya band bisa terbentuk dan manggung setelah didanai oleh suatu perusahaan besar. Nama-nama band yang muncul pun mengikuti nama perusahaan sponsor, seperti band Bentoel. Double Zero dari nama perusahaan rokok Orong Orong dll. Kota Malang pernah dianggap sebagai barometer musik cadas di Jawa Timur, bahkan di Indonesia. Mayoritas warga Malang pada dekade 1970 menggemari musik cadas seperti Deep Purple dan Rolling Stone. Pernah ada suatu angket yang dibuat radio-radio amatir waktu itu dan memang kebanyakan kawula muda di kota Malang menggemari musik cadas sampai keakar akarnya dan hebatnya lagi hal itu masih berlanjut dari generasi ke generasi hingga saat ini.
Tidak Ada Satupun Lagu Indonesia Di Atas Pentas
Bila kugiran cadas sedang manggung mereka sekan-akan Inggris-lah bahasa mereka sehari-hari karena semua lagu yang mereka nyanyikan berbahasa Inggris dimana mereka dapat dengan fasihnya  menyanyikan lagu-lagu seperti dari ;Deep Purple, Jefferson Airplane, Ten Years After, Moody Blues,Camel, Rainbow,Nazareth, Rush, Gentle Giant, Black Sabbath,King Ping Meh, Genesis, Led Zeppelin, Kansas,Yes ,King Crimson,Iron Butterfly,Rainbow,Judas Priest,Uriah Heep, Man Fred Man Earth Band, Rick Wakeman, Johny Winter,Edger Winter,BS&T(Blood Sweat & Tears),Chicago, ELP,Santana,Tower of Power,Jetro Thull, Rolling Stones, STYX,Jimmy Hendrix,Frank Zappa, Rick Wakeman  dll .
Mengapa Mereka Dijuluki Superstar?
Aksi panggung memegang peranan yang penting bagi kesuksesan pementasan musik cadas di era taun 1970-an. Gaya panggung musik cadas di Indonesia sudah meniru kugiran musik dari Barat sejak kemunculannya pada akhir dekade 1960-an. Meskipun secara musikal suatu kugiran musik cadas tergolong berhasil dalam pementasan, tetapi apabila tidak didukung dengan aksi panggung yang memadai maka kugiran tersebut akan terlihat atau terkesan “culun” alias kampungan .Aksi panggung bagi suatu kugiran cadas saat itu sangat perlu diperhatikan agar permainannya tidak kelihatan “katro”.
Selain itu ekspresi wajah juga harus dapat menggambarkan keadaan tema serta karakteristik lagu. Melalui aksi panggung yang ”uedyan” juga akan dapat menutupi kesalahan-kesalahan atau kekurangan yang terjadi dalam penyajian musiknya. Aksi sensasi di panggung merupakan salah satu hal yang penting dalam pertunjukan musik cadas  dan sensasinya  terkadang dapat mendongkrak popularitas dari pemusik itu sendiri.
Sebagai sebuah bentuk seni pertunjukan, pertunjukan musik cadas memiliki gaya aksi tersendiri. Kebebasan dalam bermain musik yang bercorak keras terlihat ”menabrak” batasan-batasan umum, baik musik, lagu maupun gaya pertunjukannya.
Aksi panggung para kugiran cadas dekade 1970-an umumnya cenderung bersifat teatrikal dll atau dengan aksi panggung bakar-bakaran gitar model Blackmore atau Jimmy Hendrix dll. Jadi dalam suatu pertunjukan musik, pemusik tidak hanya menyuguhkan kepiawaian dalam bermusik saja, tetapi juga menampilkan aksi panggung yang sejalan dengan aliran musiknya. Aksi  pertunjukan para wadia balad musik cadas Indonesia banyak terinspirasi oleh gaya panggung para musisi Barat. Sebagian kugiran musik cadas pada dekade 1970-an berlomba-lomba untuk tampil “gokil” abiizz di atas panggung.
Musik Cadas era 1970-an di dunia termasuk di Indonesia adalah musik panggung, karena hal itu merupakan tuntutan penonton untuk mendapatkan hidangan aksi panggung yang gawatnya harus nyaris sama seperti pemain atau penyanyi aslinya.Gokilnya, para musisi kita saat itu dapat berinkarnasi bak para pemain musik Barat layaknya walaupun hanya ditopang oleh alat-alat musik yang masih dikatagorikan sederhana seperti Arthur Kaunang gaya main keyboardnya sangar dan banyak pengamat saat itu yang mengatakan kegarangannya diatas panggung nyaris seperti Keith Emerson, sedangkan Adhi keyboardist Equator Child dan Deddy Dores mereka sering berakrobat dengan kadangkala dance diatas keyboardnya sambil menggunakan kaki mereka dalam memainkan tuts keyboardnya.
            Deddy Dores yang juga disebut-sebut sebagai ”Wonder Guy” karena selalu memakai kacamata hitam baik siang maupun malam, Deddy saat itu disebut sebut sebagai Ritchie Blackmore-nya  Indonesia karena gaya dan permainanya nyaris sama dengan Blackmore seperti yang diuraikan oleh Riza Sihbudi dalam sebuah tulisannya disamping hobby-nya  menghantamkan gitarnya ke sound system atau membanting-bantingkan guitarnya hingga berantakan hal inipun sama dilakukan oleh Atauw guitarist andalan kugiran Equator Child, kugiran cadas yang berasal dari Pontianak yang kemudian berhijrah ke Jakarta itu diawal tahun 70-an sangat dielu-elukan oleh banyak remaja Ibukota maupun tanah air karena disamping kehebatan para pemainnya mereka juga ditopang oleh Imran sang vokalis yang nyentrik, Raden Bonnie Nurdaya atau lebih dikenal sebagai Bonnie Rollies guitarist kebanggaan Rollies itu  gaya permainan gitarnya sering diasosiasikan pada Steve Howe sedangkan Harry Minggus banyak kalangan mengatakan gaya petikan bass-nya seperti Chris Squire.
Kugiran cadas AKA/SAS memiliki Sunatha Tandjung yang kedahsyatan permainannya selalu diasosiasikan dengan Jimmy Page dimana dia sering memainkan guitarnya sambil memutar-mutarnya di udara sehingga menciptakan raungan yang memekakan telinga dalam melengkapi kedahsyatan permainan guitarnya. Pada suatu kesempatan dia pernah berkomentar seusai menonton konser Deep Purple pada 4 & 5 Desember 1975 bahwa permainan Tommy Bolin itu biasa biasa saja  belum lagi Syeh Jeffry Abidin yang dapat julukan John Bonham-nya Indonesia dan jujur penulis akui bahwa permainan Tuan Syeh ini dahsyat dan super mantab sebagaimana beberapa kali penulis saksikan aksi panggungnya baik sewaktu di AKA maupun setelah di SAS pada era awal hingga pertengahan tahun 1970-an.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar